Misi Serikat Yesus di Nusantara Timur pada Jaman Fransiskus Xaverius dan Generasi Penerusnya
Disarikan dari: Tim Kolsani, Meyesuit Lewat Kolsani, Yogyakarta, Kolsani, 1993, hal. 2-14.
Membicarakan awal karya Serikat Yesus di Indonesia tidak lepas dari figur Fransiskus Xaverius. Ia lahir di Kastel Javier (Navarra) tahun 1506. Ia adalah peletak dasar karya misioner di Asia Timur dan Asia Tenggara. Xaverius diutus oleh Raja D. João III dari Portugal serta pengutusan khusus Sri Paus dengan perintah eksplisit yakni mengunjungi semua daerah atau pulau yang didiami orang Kristen. Pada tanggal 14 Februari 1546, kapal Xaverius mendarat di teluk Ambon. Dalam menjalankan kegiatan kerasulannya, ia mula-mula dibantu oleh João d’Eiro dan Araujo saudagar Portugis. Di setiap tempat, ia selalu menanyakan apakah ada orang sakit di sana atau yang hendak dipermandikan. Jika memang ada, dia masuk rumah, mengangkat tangannya dan berdoa. Xaverius juga membacakan kutipan Injil untuk sakramen orang sakit atau untuk permandian. Apabila ada orang-orang berkumpul di sekelilingnya, ia mengajarkan pokok-pokok iman kristen dan doa-doa pokok yang sudah diterjemahkannya ke dalam bahasa Melayu. Kunjungan Xaverius membawa penghiburan bagi orang-orang Kristen di sana yang sudah sekian lama terlantar imannya. Selain itu, ia juga memintakan bantuan makanan dan obat-obatan, sebab keadaan mereka yang miskin. Xaverius lebih memperhatikan “penyakit-penyakit jiwa” dibandingkan kesejahteraan jasmani.
Xaverius kemudian melanjutkan karya misinya di Ternate. Ia mendarat di Ternate pada awal Juli 1546. Di sana, Xaverius menyelenggarakan dua kali pelajaran agama Kristen setiap hari. Pada hari Minggu ia berkhotbah untuk orang-orang Portugis. Pada waktu malam hari ia berkeliling dengan membunyikan sebuah lonceng kecil untuk meminta kepada orang-orang supaya berdoa bagi yang sedang dalam bahaya dosa besar atau tidak mau bertobat. Xaverius tergerak hatinya untuk pergi ke Moro karena mendengar nasib-nasib orang-orang Kristen di sana yang sangat terlantar. Selama tiga bulan ia berhasil mengunjungi dua puluh satu desa di Moro yang penduduknya adalah orang-orang pemeluk agama Kristen. Di sana ia memberikan penghiburan dan peneguhan iman bagi mereka. Xaverius rajin menuliskan surat bagi sahabat-sahabatnya di Eropa. Dalam suratnya, ia menceritakan mengenai perjalanannya selama berada di Ambonia. Ia juga meminta sahabat-sahabatnya untuk datang ke Maluku, karena waktunya yang tak cukup untuk melayani begitu banyak orang. Ia juga melihat ada kemungkinan lebih banyak untuk mewartakan Injil. Karya Misi Yesuit di Kepulauan Maluku setelah Xaverius dilanjutkan oleh para sahabatnya. Pada periode pertama sekitar tahun 1547-1577 seluruh karya misi pada kenyataannya tergantung pada pemimpin Portugis dan penguasa setempat. Di dalam situasi politik antara Portugis dan pemimpin setempat, Yesuit harus bersikap “memperhatikan keseimbangan kepentingan” dari pelbagai pihak. Dalam periode kedua sekitar tahun 1577-1605, para Yesuit harus menghadapi situasi sulit. Seluruh kegiatan misi berjalan dalam situasi pengejaran, pembunuhan, dan perang. Tantangan Yesuit setelah Xaverius adalah banyaknya orang Kristen yang murtad karena kekurangan imam. Ketika orang-orang yang sudah dibaptis kurang mendalam imannya dan dalam keadaan diancam mati oleh musuh yang kuat, kenyataannya murtad menjadi mudah terjadi. Setelah Belanda berhasil mengalahkan Portugis dan Spanyol pada tahun 1605, karya misi yang dilakukan oleh Yesuit makin mengalami banyak tantangan. Belanda mengadakan penghancuran terhadap hasil karya misi, yang antara lain termanifestasi dalam pengrusakan bangunan gereja, pengejaran dan pengusiran warga Katholik, serta larangan untuk mempersembahkan misa.