Jesuit

Teolog Jesuit: Henri de Lubac, SJ

Henri-de-Lubac-SJ

Siapakah Henri de Lubac, SJ?

Stephanus Agus Wijayanto, SJ

Henri de Lubac, SJ., lahir di Cambrai, Perancis 20 Februari 1896. Setelah menyelesaikan pendidikan hukum, Henri Marie-Joseph Senier de Lubac masuk Novisiat Saint Leonard pada tanggal 9 Oktober 1913. Setelah ditahbiskan pada tahun 1927, dan menjalani tersiat pada tahun 1928-1928, Dia mengajar teologi fundamental di Fakultas Katolik di Lyon. Lubac pernah ikut berperang pada pada perang dunia I dan terluka serius pada tahun 1917. Selama perang dunia II, menentang secara aktif Nazi dan anti-semit melalui tulisan-tulisannya. Karena penentangannya, ia dibuang dari Lyon. De Lubac berpartisipasi aktif dan sangat berjasa dalam Konsili Vatikan II sebagai ahli teologi dari 1962-1965. Ketika Lubac menjadi anggota komisi teologi Internasional(1969-1974), dia juga menjadi konsultor sekretaris kepausan dibidang non-kristians dan non-belivers. Dia juga memberikan kontribusinya untuk the foundation of the international Catholic review Communio dan menjadi anggota dari the Franch editorial committee sampai pada tahun 1977. Paus Yohanes Paulus II mengangkat Lubac sebagai kardinal pada tanggal 2 Februari 1983. Ia meninggal 4 September 1991, di Paris; dan dimakamkan di pemakamam Vaugirard, milik Serikat Yesus. Selama hidupnya ia menulis banyak buku dan artikel.

Dorongan hati untuk semakin sadar menanggapi cinta Tuhan.

Lubac menyatakan bahwa setiap manusia memiliki panggilan dari Tuhan untuk memahami iman dengan benar. Panggilan personal dari Tuhan bagi masing-masing orang berbeda-beda cara dan bentuknya. Dalam panggilan ini, setiap manusia memiliki tugas kepada Tuhan. Tugas ini bukanlah hal baru tetapi ada dalam rangkaian tugas kita sebagai manusia yang dipanggil. Tuhan memberikan dalil-dalil pada manusia melalui lubuk hati yang tedalam. Tugas ini diperintahkan dan dirasakan dalam setiap detil kehidupan moral. Moral ini berasal dari kewajiban pada Tuhan. Panggilan Tuhan telah membentuk iman manusia tetapi hal ini harus diungkapkan dengan benar karena dalam panggilannya, manusia kerapkali menemukan dirinya dalam keterpaksaan untuk taat dan patuh. Dalam penyingkapan ini, kodrat menunjukkan pengalaman akan daya tarik dari kebaikan sang cinta yang tak terbatas yaitu Tuhan sendiri. Aku mencintai Tuhan sebagai panggilan personal dalam sebuah panggilan besar dimana semua ciptaan berbagi dan mengarah pada Tuhan. Bagi Lubac, Wahyu membimbing pada realisasi yang lebih dalam. Sehingga, ketaatan menjadi lebih dari sekedar persetujuan tetapi menjadi wujud tanggapan cinta (a return of love). Seperti halnya cinta menjadi pemberian, pemberian dari diri seseorang sendiri. Ada gerak dalam diri manusia yang dari waktu kewaktu menjadi dorongan yang semakin sadar akan dirinya menuju pada tanggapan akan cinta Tuhan. Ada dorongan hati yang menyatakan bahwa seluruh ciptaan kembali kepada Tuhan yang kekal untuk menemukan kepastian. Pengetahuan dari waktu ke waktu mulai membangunkan kesadaran. Semua yang ada di alam bergerak terus-menerus dari dorongan hati ini. Semuanya menjadi jelas dalam harapan yang ilahi yaitu kuasa kebebasan untuk kita pertama-tama diperbaiki di dalam kertarahan kita pada Tuhan. Dinamika hidup dalam usaha ciptaan memahami Allahnya dan dalam memahmi tugas hidup sebagai kewajiban moral dengan mengambil langkah moral oleh panggilan utama hidup manusia untuk menemui yang adikodrati.

Kebebasan: menemukan cinta Tuhan.

Tuhan adalah cinta adalah kunci dari pendasaran kehidupan moral. Bagi Lubac, hal ini melepasakan kita dari kekuatan atau kontrol dari kewajiban murni yang ditemukan dalam konsep kant dari kewajiban murni dan dari faktualitas muni dalam teori pascal. Kita harus mengakui bahwa kesadaran pertama adalah kesadaran akan hal yang buruk. Tiba-tiba kita menyadari bahwa kita sudah berjalan tanpa ingin atau tahu akan tujuan yang menghadapkan pada hal yang menyusahkan dan berbahaya untuk mencapinya. Tujuannya adalah tuntutan yang keras pada diri kita. Ada semacam keharusan dan kewajiban, yang kadang kita terima begitu saja. Seperti orang yang naik kapal, dia tidak bisa lagi mengembalikan tiket dan kembali kepelabuhan tetapi juga dia merasa ngeri untuk melanjutkan perjalanannya yang sudah dimulai dan berlangsung. Keharusan dan kewajiban ini ‘memaksa’ kita untuk mematuhi patokan tingkah laku tertentu. Hal ini tidak memberikan kita hak untuk memutuskan “ya” atau “tidak” untuk meraih itu. Kita “menderita perintah” untuk menyampaikan hukum moral. Tidak ada pilihan untuk menerima menolak. Jika kita menerima pemikiran ini maka kita akan frustrasi karena kita tidak pernah memilih untuk hidup, maka kita tidak punya kewajiban untuk bermoral. Kita justru akan menghujat dan mengutuk Tuhan. Ini bisa menjadi terang yang pertama dari dinamika moral. Menurut Lubac, manusia tidak dapat menemukan kehidupan moral jika tidak ada kebebasan dalam dirinya. Untuk itu, manusia haruslah memiliki kebebabasan dalam dirinya. Dalam usaha pembebasan dari ketaatan, Santo Thomas menyatakan bahwa harus ada kebebasan dari manusia. Kewajiban moral itu ada dalam diri manusia dengan kebebasan. Ini adalah rumusan yang kuat untuk menggaris bawahi kebutuhuhan ontologi, ketergantungan radikal kewajiban moral yang paling kuat dalam setiap ciptaan yang bebas. Aku menemukan diriku pada samudra kehidupan. Aku seharusnya menyetujui keberadaanku. Aku mengakar pada keberadaanku, tetapi aku harus mengubah patokan dengan cinta dan persetujuan yang bebas yaitu melalui proses dari dalam yang lengkap. Perkembangan kesadaran, kita temukan dalam pengalaman-pengalaman yang terolah melalui refleksi tentang penerimaan diri maka kita diarahkan untuk menerima kewajiban itu dengan sukarela. Pengalaman moral ditemukan sebagai tindakah yang mengendap dalam diri kita.

Prinsip Kehidupan Moral.

Seluruh kehidupan moral tergantung pada fakta bahwa Sang Ada yang memberi kehidupan bukanlah kekejaman. Ada dalam diriku yang merspon pangilannya. Panggilan ini datang dari bagian diriku yang dalam yaitu lebih dilihat sebagai milikku daripada diriku. Lubac menyatakan bahwa kehidupan moral bergantung pada kemampuanku melihat cinta murni yang terlihat dari Allah yang sempurna. Awalnya kewajiban menjadi sesuatu yang membelenggu kebebasan kita, namun tak lama sesudahnya menjadi daya tarik yang mengarahkan kita kepada Tuhan sendiri. Prinsip kehidupan moral dapat dipahami sebagai Hukum. Prinsip moral disebut hukum karena berlaku secara umum untuk semua ciptaan. Prinsip kehidupan moral menjelaskan bagaimana manusia berprilaku dan mengena pada setiap manusia dan berlaku demikian(begitu saja). Ada kesadaran-kesadaran dalam diri kita bahwa ada penerangan yang dapat menentramkan hati tetapi kadang kita ingin terus membrontak. Kita menyadari bahwa seluruh protes daging dan darah, dengan pemberontakan, akan mengarahkan diri kita sendiri pada hal yang lebih buruk dari pada kematian pada yang paling dalam, pencabikan yang paling pahit, penyiksaan yang tanpa akhir, karena ketidak mungkinan dari kematian. Sehingga bagaimana dapat ku katakan tidak kepada Tuhan tanpa mengosongkan diriku sendiri? “ Tuhan lebih mengenal aku secara lebih dalam dari pada diriku sendiri.” Melakukan hal ini bukanlah perbudakan tetapi untuk melayani Tuhan yang adalah Kasih. Dapat disimpilkah bahwa kewajiban mengarah pada pengendapan pengalaman dalam kehidupan, kemudian setelah diendapkan ada persetujuan dari manusia untuk menerimanaya dan akhirnya kewajiban akan menunjukkan panggilan cinta, cinta pada Tuhan dan sesama. Dinamika moral bukanlah suatu daya buta yang otomatis mengalir melainkan usaha hidup dalam inisiatif merdeka. Panggilan pada yang adikodrati menjiwai bukan membuat terkantung. Principle of moiral life bukan rumusan norma dasar melainkan bahwa manusia bereksistensi dan terus melampaui dirinya dengan tak ada batasnya.

Perkembangan melampaui dirinya: menerima kelemahan dan membuka hati pada Tuhan sebagai kuluhuran hati.

Jika kita maencoba menelusuri diri kita, kita akan menemukan kekacauan dari berbagai macam fakta yang kita alami. Dalam penelusuran itu, kita menemukan bahwa tidak ada “pengarang” selain kita. Kita menemukan di pusat keinginan kita bahwa kita bukanlah apa yang kita inginkan. Lubac berpendapat bahwa kita menemukan ada yang jahat dalam diri kita. yang jahat ini bukanlah diri kita tetapi berada dalam diri kita. Dilubuk hati yang paling dalam, kita adalah kaki tangan dari yang jahat ini. Yang jahat ini menghambat kita untuk selaras dengan kehendak Tuhan dan patuh kepada-Nya. Diri kita diajak untuk menghindari kejahatan itu, dan mulai menyelaraskan diri lagi dengan kehendak Tuhan. Usaha penyelarasan ini tentu saja akan menjadi proyek sepanjang hidup atau bahkan usaha yang tidak akan selesai sampai dengan kematian kita karena ada sesuatu yang jahat di dalam diri kita. Kita mengalami terus jatuh bangun dalam perjuangan menemukan kebebasan ini. Kita meratapi kerapuhan kita, kita mengakui kelemahan kita. Dengan demikian, kita akan dapat menemukan terang. Kegelapan akan ditembus cahaya, dan cahaya ini dalam diri kita adalah cahaya batin dimana kegelapan tidak pernah dapat memadamkannya. Kita tahu bahwa ada kejahatan dalam diri kita. Kejahatan adalah milik kita yang tidak bisa hilang. Ini adalah misteri dalam kehidupan kita. Kita memiliki tugas untuk membebaskan diri kita dari yang jahat ini. Ketika kita melakukannya, ketentraman akan mengikuti. Usaha ini juga menjadi tugas kita untuk secara pelan-pelan membebaskan kita dari belenggu kejahatan yang ada dalam diri kita. Walau akan kelihatan berat dan tidak mungkin, namun usaha kita menanggapi cinta Tuhan bisa membantu kita menghindar dari lingkaran setan. Inilah perkembangan melampaui dirinya. Pertama, kita diajak untuk mengangkat dan menerima bahwa dalam diri kita ada sesuatu yang jahat. Kemudian kejahatan dalam diri ini diatasi sehingga bisa melampaui diri dan kita dapat memulihkan kembali hal yang harmoni dalam diri kita. Kita bisa mengenal Tuhan dalam keselamatan yang membantu kita keluar dari melakukan kejatuhan dan kesalahan sama berulang –ulang. Tuhan kita kenal sebagai yang penuh belas kasih yang memiliki kebaikan hati yang murni. Kita tidak dapat sungguh datang untuk mengenalnya sebagai Tuhan dari jiwa kita kecuali dengan kemurahan hati dalam diri kita. Lubac menggunakan pemikiran Laberthonniere yang menyatatakan bahwa “cinta diketahui lewat cinta.” Para pinisepuh yang bijak mengatakan tidak dapat terbuka pada cahaya jika tidak ada pencerahan dalam dirinya. “Dalam terangmu kita dapat melihat terang”. Kita tertolong oleh rahmat Tuhan, karena kita mengusahakan diri membuka hati bagi cinta Tuhan.

Cinta Tuhan sebagai dasar dalam bertindak.

Hati nurani pada awalnya bangkit dalam dosa. Refleksi membantu manusia menjadi semakin sadar akan dirinya sebagai kesadaran dari dosa. Pengetahuan yang membahagiakan tetapi juga kemaluan yang membahagiakan! Tuhan menciptakan yang baik dari yang jahat. Kelemahan kita menjadi misteri dari kegagalan manusia. Gerak utama dari misteri hatinurani adalah sungguh-sungguh buah kesengsaraan. Kejahatan dosa dalam diri manusia telah membawa manusia pada pemberian diri Allah pada manusia yaitu melalui Kristus (Felix kulpa.) Tetapi kita selalu menyumpahi dan mengutuki hidup kita; apakah tindakan cinta Tuhan sudah tidak memuaskan lagi? Apakah kita dalam bahaya karena kita semua adalah jahat dalam melihat kekosongan tatapi perintah kelaliman yang melawan dimana kita ingin memberontak? Ini adalah saat kita menjadi sadar akan dosa kita. Dosa yang membuat kita menjadi lebih rendah tetapi dosa juga telah membuat langkah awal dalam penerimaan akan rahmat Tuhan. Penerimaan ini akan menjadi langkah yang memerdekakan. Karena ketika kita menerima Tuhan kita dicerahi karena ada pengampunan. Dosa telah menunjukkan kepada kita kasih Tuhan yang berlimpah pada manusia. Pada awalnya kita memberontak dan menolak bahwa “aku tidak meminta untuk dilahirkan” justru akan menjadi alasasan untuk bersyukur: karena kita tidak mencari Allah, tetapi Allah yang mencari kita. Inilah dasar kita dalam menentukan tindakan, sikap dan kehidupan moralku.